Formulir Kontak

 

Pemetaan Masalah Sosial

Pemetaan Masalah Sosial

Ilmu Sosial Dasar (Softskill)

Edi Fakhri





Disusun Oleh :


I Kadek Arya Yogimiyaantara 53415194




Teknik Informatika
Universitas Gunadarma
Bekasi Utara
2016





KATA PENGANTAR



Puji syukur Saya panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Softskill atau Ilmu Sosial Dasar.

Dengan membuat tugas ini Saya diharapkan mampu untuk memahami makna dari apa itu Masalah Sosial. Dalam proses penyelesaian makalah ini, Saya mengalami banyak kesulitan yang disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan dan waktu. Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya Saya bisa menyelesaikan makalah ini dengan cukup baik.











Bab I

PENDAHULUAN



1.1.Latar Belakang Masalah




Sejak manusia mulai hidup bermasyarakat, maka sejak saat itu sebuah gejala yang disebut masalah sosial berkutat didalamnya. Sebagaimana diketahui, dalam realitas sosial memang tidak pernah dijumpai suatu kondisi masyarakat yang ideal. Dalam pengertian tidak pernah dijumpai kondisi yang menggambarkan bahwa seluruh kebutuhan setiap warga masyarakat terpenuhi, seluruh prilaku kehidupan sosial sesuai harapan atau seluruh warga masyarakat dan komponen sistem sosial mampu menyesuaikan dengan tuntutan perubahan yang terjadi. Dengan kata lain das sein selalu tidak sesuai das sollen.


Pada jalur yang searah, sejak tumbuhnya ilmu pengetahuan sosial yang mempunyai obyek studi kehidupan masyarakat, maka sejak itu pula studi masalah sosial mulai dilakukan. Dari masa ke masa para sosiolog mengumpulkan dan mengkomparasikan hasil studi melalui beragam perspektif dan fokus perhatian yang berbeda-beda, hingga pada akhirnya semakin memperlebar jalan untuk memperoleh pandangan yang komprehensif serta wawasan yang luas dalam memahami dan menjelaskan fenomena sosial. Buku ini hadir dengan fokus studi masalah sosial yang sekaligus memuat referensi dan rekomendasi bagi tindakan untuk melakukan penanganan masalah. Di negara-negara berkembang, tindakan untuk melakukan perubahan dan perbaikan dalam rangka penanganan masalah sosial menjadi perhatian yang sangat serius demi kelangsungan serta kemajuan bangsanya menuju cita-cita kemakmuran dan kesejahteraan. Terkait hal itu, pembahasan mengenai berbagai perspektif sosial, identifikasi melalui serangkaian unit analisis serta pemecahan masalah yang berbasis negara dan masyarakat menjadi tema-tema yang diulas secara teoritis dalam makalah ini.


Masalah sosial menemui pengertiaannya sebagai sebuah kondisi yang tidak diharapkan dan dianggap dapat merugikan kehidupan sosial serta bertentangan dengan standar sosial yang telah disepakati. Keberadaan masalah sosial ditengah kehidupan masyarakat dapat diketahui secara cermat melalui beberapa proses dan tahapan analitis, yang salah satunya berupa tahapan diagnosis. Dalam mendiagnosis masalah sosial diperlukan sebuah pendekatan sebagai perangkat untuk membaca aspek masalah secara konseptual. Eitzen membedakan adanya dua pendekatan yaitu person blame approach dan system blame approach. Person blame approach merupakan suatu pendekatan untuk memahami masalah sosial pada level individu.


Person blame approach merupakan suatu pendekatan untuk memahami masalah sosial pada level individu. Diagnosis masalah menempatkan individu sebagai unit analisanya. Sumber masalah sosial dilihat dari faktor-faktor yang melekat pada individu yang menyandang masalah. Melalui diagnosis tersebut lantas bisa ditemukan faktor penyebabnya yang mungkin berasal dari kondisi fisik, psikis maupun proses sosialisasinya. Sedang pendekatan kedua system blame approach merupakan unit analisis untuk memahami sumber masalah pada level sistem. Pendekatan ini mempunyai asumsi bahwa sistem dan struktur sosial lebih dominan dalam kehidupan bermasyarakat. Individu sebagai warga masyarakat tunduk dan dikontrol oleh sistem. Selaras dengan itu, masalah sosial terjadi oleh karena sistem yang berlaku didalamnya kurang mampu dalam mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi, termasuk penyesuaian antar komponen dan unsur dalam sistem itu sendiri. Dari kedua pendekatan tersebut dapat diketahui, bahwa sumber masalah dapat ditelusuri dari ”kesalahan" individu dan "kesalahan" sistem.


Mengintegrasikan kedua pendekatan tersebut akan sangat berguna dalam rangka melacak akar masalah untuk kemudian dicarikan pemecahannya. Untuk mendiagnosis masalah pengangguran misalnya, secara lebih komprehensif tidak cukup dilihat dari faktor yang melekat pada diri penganggur saja seperti kurang inovatif atau malas mencari peluang, akan tetapi juga perlu dilihat sumbernya masalahnya dari level sistem baik sistem pendidikan, sistem produksi dan sistem perokonomian atau bahkan sistem sosial politik pada tingkat yang lebih luas. Masyarakat Dan Negara Parillo menyatakan, kenyataan paling mendasar dalam kehidupan sosial adalah bahwa masyarakat terbentuk dalam suatu bangunan struktur. Melalui bangunan struktural tertentu maka dimungkinkan beberapa individu mempunyai kekuasaan, kesempatan dan peluang yang lebih baik dari individu yang lain.


Dari hal tersebut dapat dimengerti apabila kalangan tertentu dapat memperoleh manfaat yang lebih besar dari kondisi sosial yang ada sekaligus memungkinkan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan, sementara dipihak lain masih banyak yang kekurangan.Masalah sosial sebagai kondisi yang dapat menghambat perwujudan kesejahteraan sosial pada gilirannya selalu mendorong adanya tindakan untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Dalam konteks tersebut, upaya pemecahan sosial dapat dibedakan antara upaya pemecahan berbasis negara dan berbasis masyarakat. Negara merupakan pihak yang sepatutnya responsif terhadap keberadaan masalah sosial. Perwujudan kesejahteraan setiap warganya merupakan tanggung jawab sekaligus peran vital bagi keberlangsungan negara.


Upaya pemecahan sosial sebagai muara penanganan sosial juga dapat berupa suatu tindakan bersama oleh masyarakat untuk mewujudkan suatu perubahan yang sesuai yang diharapkan. Dalam teorinya Kotler mengatakan, bahwa manusia dapat memperbaiki kondisi kehidupan sosialnya dengan jalan mengorganisir tindakan kolektif. Tindakan kolektif dapat dilakukan oleh masyarakat untuk melakukan perubahan menuju kondisi yang lebih sejahtera. Kebermaknaan suatu studi termasuk studi masalah sosial disamping ditentukan oleh wawasan teoritik dalam menjelaskan gejala dan alur penalaran dari berbagai proposisi yang dihasilkan, juga sangat ditentukan oleh bagaimana studi itu dapat memberikan manfaat bagi kehidupan. Setidaknya seperti itulah muatan optimisme yang di kehendaki penulis makalah ini.

1.2. Beberapa Masalah Sosial


Ada beberapa persoalan penting yang dihadapi oleh masyarakat-masyarakat , misalnya sebagai berikut :

  • Kemiskinan

  • Kejahatan

  • Disoganisasi Keluarga

  • Masalah Generasi Muda Dalam Masyarakat Modern

  • Peperangan

  • Masalah Kependudukan

  • Maslah Lingkungan Hidup

  • Birokrasi

  • Pengangguran




Bab II

Kemiskinan


2.1 Kemiskinan


Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangansehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar

  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.

  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.



2.2 Penyebab kemiskinan


Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Padamasa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan,tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukurankehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan pelayanan kesehatan, dan kemudahan - kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern. Pemerintah Indonesia yang berorientasi mengembangkan Indonesiamenjadi negara maju dan mapan dari segi ekonomi tentu menganggap kemiskinan adalah masalah mutlak yang harus segera diselesaikan disamping masalah lain yaitu ketimpangan pendapatan, strukturisasi pemerintahan, inflasi, defisit anggaran dan lain -lain.

Bangsa Indonesia perlu mewaspadai kondisi kemiskinan yang terjadi saat ini. Walaupun secara statistik tahun 2012 terjadi penurunan kemiskinan menjadi 28,59 juta orang atau 11,6 persen, secara kualitas kemiskinan justru mengalami involusi dan cenderung semakin kronis.

"Badan Pusat Statistik mencatat, indeks keparahan pada Maret 2012 sebesar 0,36. Padahal, pada September 2012 menjadi 0,61. Kenaikan indeks ini menunjukan dua hal, yaitu semakin melebarnya kesenjangan antarpenduduk miskin dan, juga, semakin rendahnya daya beli dari masyarakat kelompok miskin karena ketidakmampuan mereka memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup sampai dengan batas pengeluaran garis kemiskinan yang hanya sebesar Rp 259.520 per bulan,.

Kondisi penduduk miskin di wilayah pedesaan yang semakin parah ini, tambah Arif, diakibatkan karena tingginya tingkat inflasi wilayah pedesaan, yakni 5,08 persen, jika dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar 4,3 persen selama tahun 2012.

2.3 Dampak Kemiskinan


Sekarang kemiskinan sudah memberikan dampak yang beraneka ragam mulai dari tindak kriminal, pengangguran,kesehatan terganggu, dan masih banyak lagi. Kemiskinan memang dapat menyebabkan beragam masalah tapi untuksekarang masalah yang paling penting adalah bagaimanacaranya anak-anak kecil yang sama sekali tidak mampu dapat bersekolah dengan baik seperti anak-anak lainnya. Pertama itulah masalah yang harus dipecahkan oleh pemerintah karena jika masalah itu tidak dapat dibereskan maka akan muncul masalah-masalah baru yang lebih banyak lagi. Dan juga banyak orang-orang miskin terkena penyakit tapi mereka sulit untuk berobat ke dokter karena mahal, walapun pemerintah sudah memberikan kartu kemiskinan tapi itu tidakmenjamin di rumah sakit.

Banyak dampak yang terjadi yang disebabkan oleh kemiskinan diantaran adalah sebagai berikut:

  • Kesejahteraan masyarakat sangat jauh dari sangat rendahIni berarrti dengan adanya tingkat kemiskian yang tinggi banyak masyarakat Indonesia yang tidak memiliki pendapatan yang mencukupi kebutuhan hidup masyarakat.

  • Tingkat kematian meningkat, ini dimksudkan bahwa masy6arakat Indonesia banyak yang menagalmi kemtain akibat kelaparan atau melakukan tindakan bunuh diri karena tidak kuat dalam menjalani kemiskinan yang di alami.

  • Banyak penduduk Indonesia yang kelaparan karena tidak mampu untuk membeli kebutuhan akan makanan yang mereka makan sehari-hari

  • Tidak bersekolah (tingkat pendidikan yang rendah) ini menyebnabkan masyarakat si Indonesia tidak mempunyai ilmu yang cukup untuk memperoleh pekerjaan dan tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk memperoleh pendapatan

  • Tingakat kejahatan meningkat , Masyarakat Indonesia jadi terdesak untuk memperoleh pendapatan dengan cara-cara kejahatan karena dengan cara yang baik mereka tidak mempunyai modal yaitu ilmu dan ketermpilan yang cukup.

2.4 Strategi Pengentasan Kemiskinan


Kemiskian timbul karena ada sebagian masyarakat yang belum ikut serta dalam pembanguna sehingga belum dapat menikmati hasil pembangunan secara memadai. Keadaan ini disebabkan oleh ketrbatasan dalam kepemilikan dan penguasaan factor produksi sehingga kemampun masyarakat dalam menghasilkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan belum merata dan belum seimbang. Oleh sebab-sebabitu upaya pengembangan kegiatan ekonomi kelompk masyarakat berpendapatan rendah senantiasa ditempatkan sebagi prioritas utama.

Sejalan dengan itu, penyedia factor produksi termsuk modal dan kemampuan peningkatan kemampuan masyarakat menjadi landasan bagi berkembangnya kegiatan ekonomi masyarakat secara berkelanjutan Pelaksanaan pembangunan nasional yang dijhabarkan dalam program pembangunan sektoral,regional dan khusus. Pembangunan baik secara langsung maupun tidak langsung dirancang untk memecahkan maslah kemiskinan.

2.5  Kebijaksanaan Dasar Pengentasan Kemiskinan


Kebijaksaaan penanggulangan kemiskianan dapat di kategorikan menjadi dua yaitu kebijaksanaan:

1. Kebijaksanaan tidak lansung

Kebijaksanaan tidak lansung diarahkan pada penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya penanggulangan kemiskinan. Kondisi yang dimaksudkan anatara lain adalah suasana social politik yang tentera,ekonomi yang stabil dan budaya yang berkembang. Upaya penggolongan ekonomi makro yang yang berhati-hati melalui kebijaksanaan keuangan dan perpajakan merupakan bagian dari upaya menaggulangi kemiskinan. Pengendalain tingkat inflasi diarahkan pada penciptaan situsasi yang kondusif bagi upaya penyediaan kebutuhan daasar seperti sandang,pangan,papan,pendidikan,dan kesehatan dengan harga yang terjangkau oleh penduduk miskin.

2. Kebijaksanaan langsung

Kebijaksaan langsung diarahkan kepada peningkatan peran serta dan peroduktifitas sumber daya manusi,khususnya golongan masyarakat berpendapatan rendah,melalui penyediaan kebutuhan dasar seperti sandang pangan papan kesehatan dan pendidikan,serta pengembangan kegiatan-kegiatan social ekonomi yang bekelanjutan untuk mendorong kemandirian golangan masyarakat yang berpendapatan rendah. Pemenuhan kebutuhan dasar akan memberiakn peluang bagi penduduk miskin untuk melakukan kegiatan social – ekonomi yang dapat memberikan pendapatan yang memadai. Dalam hubungan ini,, pengembangan kegiatan social ekonomi rkyat diprioritaskan pada pengembangan kegiatan social ekonomi penduduk miskin di desa-desa miskin berupa peningkatan kualitas sumber daya manusia dan peningkatan permodalan yang didukung sepenuhnya dengan kegiatan pelatih yang terintegrasi sejak kegiatan penghimpunan modal,penguasaan teknik produksi,pemasaran hasil dan pengelolaan surplus usaha.

Upaya penanggulangan kemiskinan pada hakekatnya merupakan upaya bersama dari semua pemangku kepentingan, sehingga membutuhkan sinergi dan kemitraan dengan semua pihak. Pemerintah, termasuk pemerintah daerah, kalangan swasta, kalangan organisasi kemasyarakatan, kalangan universitas dan akademisi, kalangan politik dan tentunya masyarakat sendiri perlu membangun visi yang sama, pola pikir dan juga pola tindak yang saling menguatkan dengan difokuskan pada upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam kemitraan yang saling menguatkan inilah maka berbagai sasaran peningkatan kesejahteraan rakyat dapat dicapai dengan baik. Pemerintah sangat mendukung setiap prakarsa dan inovasi yang dijalankan serta dikembangkan oleh semua pihak dalam mendukung upaya peningkatan kesejahteraan rakyat ini dan semoga bisa membantu masyarakat yang tidak mampu untuk ke depannya.








Bab III

Kesimpulan


Di zaman yang semakin maju ini banyak penemuan teknologi baru yang canggih dan sangat bermanfaat. Banyak orang berlomba untuk mempelajarinya dan bersaing agar mendapatkan perkerjaan yang layak. Dengan belajar lebih giat,orang yang bekerja dibagian perusahaan atau dijajaran pemerintahan dapat menikmati kehidupan yang layak dan tercukupi. Di ibukota banyak dijumpai gedung-gedung tinggi pencakar langit,tempat dimana orang-orang professional dan pintar bekerja.

Ternyata dibalik gedung yang tinggi itu banyak lingkungan kumuh dijumpai. Orang-orang yang pekerjaannya kurang layak atau hasil dari kerjanya hanya dapat mencukupi kehidupan sehari-hari mau tidak mau bertahan dalam kondisi lingkungan yang kumuh dan tempat tinggal yang kurang layak. Sungguh fenomena yang sangat berbeda bagai bumi dan langit. Begitu banyak masyarakat yang kurang mampu dan miskin. Tetapi saya bertanya-tanya,apakah kemiskinan sebab dari pemerintah atau dari orangnya sendiri yang tidak mau bekerja keras untuk merubah kehidupan yang lebih baik?. Sudah banyak fakta yang membuktikan anak seorang yang kurang mampu dapat menjadi orang besar dengan berpenghasilan tinggi.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia mempunyai banyak permasalahan terutama dibidang ekonomi. Adanya ketidaksesuaian antara pekerjaan dengan calon pekerja,lapangan pekerjaan yang sulit yang menjadikan banyak timbulnya pengangguran sehingga timbul kemiskinan. Masalah yang lain yaitu kebutuhan pokok yang diberikan oleh pemerintah seperti pendidikan yang layak, layanan kesehatan,dll. Banyak berita yang menyatakan bahwa anggaran yang seharusnya digunakan untuk pendidikan,layanan kesehatan dan yang lainnya malah di salah gunakan oleh pemerintah. Anggaran yang begitu banyak yang merupakan hak rakyat malah untuk membuncitkan perut para jajaran pemerintah. Masyarakat kecil pun tidak dapat berbuat apa-apa,mereka menjalani kerasnya hidup dan hanya memikirkan kelangsungan hidup tanpa memikirkan niat untuk bersekolah,membeli obat jika sakit yang ada hanya apakah besok masih bisa makan?. Mungkin dari semua permasalahan tersebut yang membuat kemiskinan masih ada dan merajalela.








Total comment

Author

Devins

Seminar The New Operating System From Windows




Irving Hutagalung datang untuk keduakalinya di Unuversitas Gunadarma pada tanggal 28 November 2015, kali ini beliau mengangkat judul "The New Operating System From Windows". Beliau menuunjukan Hololens dan kinect sebagai alat terbaru dari microsoft. Hololens sendiri menggunakan windows 10 yang merupakan 1 komputer utuh yang dikemas dalam bentuk kacamata.

Total comment

Author

Devins

Website KPAI

PAPER PTKI-C
KOMISI PERLINDUNGAN
ANAK INDONESIA



Disusun oleh:

            I Kadek Arya Yogimiyaantara     NPM. 53415194
                       
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK INFORMATIKA
2016


Tampilan Awal Dari Website Komisi Perlindungan Anak Indonesia


Pada tugas ini saya akan menganalisa slaah satu dari lembaga perlindungan anak yang banyak memberi perhatian masyarakat. Website yang saya analisa adalah Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau biasa disingkat KPAI yaitu www.kpai.go.id.


Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merupakan lembaga resmi yang memiliki wewenang memberi referensi, rujukan, pertimbangan dan pengawasan atas penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia. KPAI dibentuk berdasarkan Keppres No.77 Tahun 2004 Jo Tahun 2004. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang memuat bahwa KPAI adalah lembaga negara independen. 


            Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dibentuk berdasarkan amanat UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang tersebut disahkan oleh Sidang Paripurna DPR pada tanggal 22 September 2002 dan ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri, pada tanggal 20 Oktober 2002. Setahun kemudian sesuai ketentuan Pasal 75 dari undang-undang tersebut, Presiden menerbitkan Keppres No. 77 Tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Diperlukan waktu sekitar 8 bulan untuk memilih dan mengangkat Anggota KPAI seperti yang diatur dalam peraturan per-undang-undangan tersebut.


Berdasarkan penjelasan pasal 75, ayat (1), (2), (3), dan (4) dari Undang-Undang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa Keanggotaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakil ketua, 1 (satu) orang sekretaris, dan 5 (lima) orang anggota, dimana keanggotaan KPAI terdiri dari unsur pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak. Adapun keanggotaan KPAI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Periode I (pertama) KPAI dimulai pada tahun 2004-2007.





Tugas Pokok dan Fungsi

Dalam Pasal 74 UU Perlindungan Anak dirumuskan “Dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak, maka dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen”.
Selanjutnya dalam Pasal 76 UU Perlindungan Anak, dijelaskan tugas pokok KPAI yang berbunyi sebagai berikut :
1.      melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
2.      memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Berdasarkan pasal tersebut di atas, mandat KPAI adalah mengawal dan mengawasi pelaksanaan perlindungan anak yang dilakukan oleh para pemangku kewajiban perlindungan anak sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 yakni : “Negara, Pemerintah, Masyarakat, Keluarga, dan Orangtua” di semua strata, baik pusat maupun daerah, dalam ranah domestik maupun publik, yang meliputi pemenuhan hak-hak dasar dan perlindungan khusus. KPAI bukan institusi teknis yang menyelenggarakan perlindungan anak.
KPAI memandang perlu dibentuknya Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) di tingkat provinsi dan kab/kota sebagai upaya untuk mengawal dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak di daerah. KPAID bukan merupakan perwakilan KPAI dalam arti hierarkis-struktural, melainkan lebih bersifat koordinatif, konsultatif dan fungsional. Keberadaan KPAID sejalan dengan era otonomi daerah dimana pembangunan perlindungan anak menjadi kewajiban dan tanggungjawab pemerintah daerah.
KPAI mengapresiasi daerah-daerah yang sudah memiliki Perda tentang Perlindungan Anak yang di dalamnya mengatur secara rinci bentuk-bentuk pelayanan perlindungan anak mulai dari pelayanan primer, sekunder hingga tersier, institusi-institusi penyelenggaranya, serta pengawas independen yang dilakukan KPAID.

Kedudukan

 

KPAI adalah lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan pasal 74 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kedudukan KPAI sejajar dengan komisi-komisi negara lainnya, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Komisi Kepolisian Nasional (KOMPOLNAS), Komisi Kejaksaan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan lain-lain.
KPAI merupakan salah satu dari tiga institusi nasional pengawal dan pengawas implementasi HAM di Indonesia (NHRI/National Human Right Institusion) yakni KPAI, Komnas HAM, dan Komnas Perempuan.
Visi :
“Terwujudnya Indonesia Ramah Anak” .

Misi :

Meningkatkan komitmen para pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan perlindungan anak:
1. Meningkatkan pemahaman dan peran serta masyarakat dalam perlindungan anak;
2. Membangun sistem dan jejaring pengawasan perlindungan anak;
3. Meningkatkan jumlah dan kompetensi pengawas perlindungan anak;
4. Meningkatkan kuantitas, kualitas, dan utilitas laporan pengawasan perlindungan anak;
5. Meningkatkan kapasitas, aksesibilitas, dan kualitas layanan pengaduan masyarakat;
6. Meningkatkan kinerja organisasi KPAI.

Strategi :

1.              Penggunaan System Building Approach (SBA) sebagai basis pelaksanaan tugas dan fungsi, yang meliputi tiga komponen sistem: (a sistem norma dan kebijakan, meliputi aturan dalam perundang-undangan maupun kebijakan turunannya baik di tingkat pusat maupun daerah; b) struktur dan pelayanan, meliputi bagaimana struktur organisasi, kelembagaan dan tata-laksananya, siapa saja aparatur yang bertanggung jawab dan bagaimana kapasitasnya; c) proses, meliputi bagaimana prosedur, mekanisme kordinasi, dan SOP-nya;

2.              Penguatan kapasitas kelembagaan dan SDM yang profesional, kredibel dan terstruktur, sehingga diharapkan tugas dan fungsi KPAI dapat berlangsung dengan efektif dan efisien;

3.              Penguatan kesadaran masyarakat untuk mendorong tersedianya sarana dan prasarana pendukung yang memberikan kemudahan akses terhadap penyelenggaraan perlindungan anak di semua sektor;

4.              Perspektif dan pendekatan yang holistik, komprehensif dan bukan parsial dalam merespon masalah atau kasus, karena masalah atau kasus anak tidak pernah berdiri sendiri namun selalu beririsan dengan berbagai aspek kehidupan yang kompleks;

5.              Diseminasi konsep Indonesia Ramah Anak (IRA) pada berbagai pemangku kewajiban dan penyelenggara perlindungan anak yang meniscayakan adanya child right mainstreaming dalam segala aspek dan level pembangunan secara berkelanjutan;

6.              Penguatan mekanisme sistem rujukan (reveral system) dalam penerimaan pengaduan, sehingga KPAI. Hal ini dipandang penting untuk memantapkan proses penanganan masalah perlindungan anak yang bersumber dari pengaduan masyarakat.

7.              Kemitraan strategis dengan pemerintah dan civil society dalam setiap bidang kerja dan isu agar setiap permasalahan bisa mendapatkan rekomendasi dan solusinya yang tepat, serta terpantau perkembangannya.

 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) adalah milik dan aset bangsa dan negara yang perlu diberikan dukungan dan masukan agar dapat menjalankan tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN WEBSITE KPAI

Kelebihan Website KPAI :
  • Awal tampilan website sangat menarik.
  • Berita dan artikel-artikel pada website selalu diperbarui (uptodate).
  • Tulisan dan Jenis huruf yang digunakan tidak membuat pembaca jenuh dalam mencari informasi.
  • Beberapa menu yang tersedia memiliki berbagai macam submenu yang cukup lengkap.
  • Mempermudah pencarian data karena terdapat penelusuran pencarian dibagian kanan atas
  • Terdapat beberapa akses media sosial milik kpai
  • Terdapat Info Kontak yang dapat dihubungi
Kekurangan Website KPAI :
  • Splash awal tidak didukung baik oleh user interface pada website yang tergolong sederhana dan kurang menarik.
  • Kurangnya tampilan yang sederhana sehingga agak kurang tertarik

“SALAM SENYUM ANAK INDONESIA”



Total comment

Author

Devins

Makalah Tentang Gepeng



BAB I

PENDAHULUAN






1.1 Latar Belakang Masalah


              Pengemis perkotaan adalah fenomena yang mulai dipandang sebagai masalah serius, terutama dengan semakin banyaknya permasalahan sosial ekonomi dan politik yang ditimbulkannya. Modernisasi dan industrialisasi sering kali dituding sebagai pemicu, diantara beberapa pemicu yang lain, perkembangan daerah perkotaan secara pesat mengundang terjadinya urbanisasi dan kemudian komunitas-komunitas kumuh atau daerah kumuh yang identik dengan kemiskinan perkotaan.

Salah satu perkotaan yang diminati oleh orang-orang desa untuk didatangi yaitu Kota Bandung. Karena Kota Bandung adalah salah satu kota yang bisa menjanjikan suatu pekerjaan yang layak karena orang-orang Bandung mempunyai tingkat keramahan yang cukup tinggi serta di Kota Bandung pun terdapat tempat-tempat wisata, perkantoran, dan gedung-gedung yang bisa menawarkan pekerjaan yang layak.

         Kemudian dengan adanya krisis berkepanjangan yang tak kunjung menemui jalan terang untuk keluar dari krisis, telah membuat pengemis menjadi salah satu profesi yang paling favorit dijalankan oleh orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap, mereka yang tak kunjung mendapat pekerjaan, ataupun mereka yang menjadi korban pemberhentian kerja sepihak.

             Tetapi kenyataannya dengan terlalu banyaknya orang-orang daerah yang datang ke Bandung serta susah mendapatkan pekerjaan maka sebagian dari mereka memilih untuk bekerja sebagai pengemis karena pekerjaan ini sangat mudah dan bisa mendapatkan uang untuk kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini bahkan dijadikan mereka sebagai “profesi”.

              Pengemis dalam pandangan masyarakat umum, adalah manusia tidak berguna, bahkan dianggap “sampah masyarakat”, seperti dilaporkan hasil penelitian Bappeda DKI Jakarta. Pada penelitian tersebut ditunjukkan bahwa pengemis diperkotaan pada umumnya memiliki harta di desanya, tapi mereka ingin mencari nafkah dengan cara mudah.

             Mereka berlatar belakang pendidikan tidak tamat Sekolah Dasar dan lebih banyak yang tidak sekolah; bertempat tinggal liar dan pada lingkungan yang tidak sehat; tidak memiliki kartu tanda penduduk (KTP); mengkonsumsi makanan alakadarnya, dan mobilitas spasial rendah (hanya dalam kota). Selain itu mereka memiliki tingkat partisipasi budaya yang juga rendah, aspirasi dan aktivitas politik sangat rendah, dan berorientasi jangka pendek, serta potensi sumber daya manusia diberi sebutan “sampah masyarakat”. (Engkus, Bandung : April 2009)

          Pengemis adalah sebutan bagi “penyandang masalah kesejahteraan sosial”, diantara sebutan-sebutan lain, seperti gelandangan, anak jalanan, anak terlantar, balita terlantar,dan sebagainya. Selama ini masalah sosial tersebut tidak kunjung dapat diatasi, atau paling tidak dikurangi. Seiring dengan kemiskinan dan tidak meratanya kesejahteraan secara ekonomi maupun sosial, jumlah pengemis tidak kunjung surut, malah semakin merebak.

          Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Seharusnya pengemis adalah orang yang benar-benar dalam kesulitan dan mendesak karena tidak ada bantuan dari lingkungan sekitar dan dia tidak punya suatu keahlian yang memadai, bukan karena malas untuk mencari mata pencaharian layak lain.

          Para pengemis boleh jadi memakai baju kumal dan compang camping, tangan atau kaki diperban, jalan tersoak-soak, suara memelas, dan sebagainya, yang disengaja diciptakan untuk menarik dan “menjatuhkan hati” dermawan untuk memberikan sedekah. Tidak jarang juga mereka memanfaatkan keterbatasan fisik yang sesungguhnya (misalnya karena tuna netra) untuk mendukung penampilan dalam menjalankan “profesi” mereka. Akan tetapi bukan tidak mungkin bahwa diantara mereka terdapat pengemis-pengemis yang menampilkan front stage untuk menciptakan kesan seperti yang mereka harapkan, tetapi mereka harus mengalami konflik batin dengan penampilan mereka di belakang itu (back stage). Sebab diantara pengemis ada yang juga pelajar, ibu rumah tangga, atau bekerja di sawah ladang yang terpaksa mengemis.

Konsep diri menurut William D Brooks yang dikutip oleh Rakhmat dalam buku psikologi komunikasi adalah: 

“Those physical, social and phsyccological perceptions of ourselves that we have derived from experience and our interaction with others (1974: 40). 


            Jadi konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dan fisis. (Rakhmat, 2009:99)

Dilihat dari pengertian konsep diri, seorang pengemis sadar akan jenis kelaminnya, bahkan merekapun (pengemis) mengetahui benar bagaimana mereka berpenampilan. Meskipun mereka (pengemis) menyadari bahwa penampilan mereka yang sperti itu yaitu kotor atau compang-camping, akan tetapi mereka (pengemis) menerima diri mereka (pengemis) dengan dengan penuh kepercayaan.

             Dalam hal ini, akan muncul proses yaitu proses komunikasi. Proses komunikasi adalah proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh seorang komunikator kepada komunikan, pesan itu bisa berupa gagasan, informasi, opini dan lain-lain. Dimana pengemis sebagai komunikator yaitu orang yang menyampaikan pesan sedangkan yang menjadi komunikannya ialah calon dermawannya yaitu orang yang menerima pesan dari seorang komunikan (pengemis).

             Kepribadian seseorang sudah ada dalam diri masing-masing, tetapi pemikiran-pemikiran yang muncul dari luarpun akan membentuk kepribadian seseorang. Begitu juga dengan pengemis. Begitu pula dengan pengemis yang juga mempunyai kepribadian, dan kepribadian tersebut juga bisa dipengaruhi oleh orang-orang yang ada disekitar mereka (pengemis) termasuk calon dermawan. Pengemis memang beragam, ada yang menjadikan itu sebagai profesi sehingga mereka mengerjakan dengan sungguh-sungguh. Ada yang malas bekerja, tidur ketika ingin tidur, mengemis ketika tidak ada uang untuk membeli makanan dan marah-marah apabila diberi uang recehan di bawah nominal Rp 500,00.

             Selain itu sebetulnya pemberian uang pada pengemis/pengamen/pengelap kaca mobil merupakan pelanggaran peraturan daerah setempat. DKI Jakarta mempunyai Perda Nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum pasal 40 c yang menyebutkan bahwa setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen dan pengelap mobil. Pelanggar pasal tersebut dapat dikenai ancaman pidana kurungan paling singkat 10 hari dan paling lama 60 hari atau denda paling sedikit Rp 100 ribu dan paling banyak Rp 20 juta.1 Mengemis ternyata juga tidak hanya dapat dilakukan sendiri. Mereka dapat melakukannya dengan keluarga ataupun teman mereka. Seperti misalnya mereka yang buta, kebanyakan selama mengemis mereka dibimbing dan dituntun saat berjalan oleh rekan mereka yang menemani.

             Mengemis pun saat ini sudah menjadi pekerjaan di setiap umur. Dari mulai anak-anak, hingga mereka yang tua renta menjalani profesi yang sama, mengemis. Bahkan tak jarang sekarang kita temui segerombolan pengemis anak-anak ataupun ibu-ibu yang mengemis sambil menggendong anak berusia balita.

              Terkadang masyarakat tidak suka dengan keberadaan pengemis. Bukan karena calon dermawan tidak ingin berbagi rezeki dengan mereka tetapi beberapa pengemis ada yang menggunakan hasil minta-minta mereka dengan hal-hal yang tidak penting, seperti mengkonsumsi narkoba, minuman beralkohol dan lain-lain. Adapula pengemis yang meminta sedekahnya dengan cara memaksa dan jika si pengemis tidak diberi uang maka si pengemis pun akan marah-marah sendiri karena kecewa tidak diberi uang.

Pengemis juga sering dituduh sebagai manusia yang mengganggu ketenangan manusia lain dan bahkan meresahkan, seperti diungkapkan pada laporan penelitian Waysima: 



“Dari sekian banyak fenomena yang ditunjukkan masyarakat yang sedang dilanda krisis di berbagai macam sisi kehidupan, ada masalah sikap dan perilaku anak-anak usia sekolah yang terpaksa atau dipaksa kehidupan untuk berlaku sebagai „pengamen‟ atau pengemis terutama di angkot di Kota Bogor (diperkirakan juga terjadi di kota-kota lain) yang menarik untuk dibahas. Bila pada awalnya mereka terpaksa atau dipaksa melakukannya karena kehidupan ekonomi keluarganya mengalami perubahan, maka perlahan-lahan kondisi kehidupan yang tidak juga menberikan cahaya perbaikan membawa mereka untuk terbiasa dengan kehidupan sebagai „pengamen‟ atau pengemis bahkan mungkin sebagian dari mereka telah menikmatinya. Kenikmatan yang diperoleh telah memadamkan semangat untuk berusaha, semangat untuk hidup lebih baik, semangat untuk mau bekerja apalagi bekerja lebih. Keluarga lebih membuka peluang bagi anak-anaknya untuk mau bekerja apalagi bekerja lebih. Keluarga lebih membuka peluang bagi anak-anaknya untuk bekerja sebagai pengemis, pengamen di angkot dan di kalanan daripada menyediakan waktu untuk pergi sekolah. Kemampuan anak menghasilkan uang dari kegiatan ngamen atau mengemis membuat orangtua enggan menyekolahkan anak-anaknya.” (Engkus, Bandung, April : 2009) 

              Bahkan Hal ini menjadi dilema yang berkepanjangan. Pemerintah sendiri juga sudah menetapkan dua aturan pokok dalam KUHP yang mengatur tentang pengemis. Fakta berbicara bahwa perbuatan mengemis dan menggelandang adalah perbuatan pidana dan terancam mendapatkan hukuman penjara paling lama 6 (enam) minggu (untuk mengemis sendirian) dan 3 (tiga) bulan penjara untuk perbuatan menggelandang. Adapun pasal-pasal tersebut adalah  

Pasal 504.  

(1) Barangsiapa mengemis di muka umum, diancam karena melakukan pengemisan dengan pidana kurungan paling lama enam minggu. 

(2) Pengemisan yang dilakukan bersama-sama oleh tiga orang atau lebih, yang masing-masing berumur di atas enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan. (KUHP 45.)  


Pasal 505.  

(1) Barangsiapa bergelandangan tanpa mempunyai mata pencaharian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.

(2) Pergelandangan yang dilakukan bersama-sama oleh tiga orang atau lebih, yang masing-masing berumur di atas enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam bulan. (KUHP 35.) 
                Melihat dari undang-undang di atas, tampak cukup berat dan banyak apabila pemerintah harus melaksanakan dan menerapkan aturan tersebut. Namun, pada kenyataannya, aturan ini pun tidak dilaksanakan dan diterapkan oleh pemerintah.

                 Komunikasi tentunya menjadi hal yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Baik konteksnya untuk mengobrol dengan orang lain, berinteraksi dengan orang lain bahkan menyatukan suatu pandangan. Melalui komunikasi kita menjadi tahu apa yang orang lain inginkan dan pikirkan.

                 Komunikasi yang terjalin tentunya komunikasi yang efektif dimana pesan yang kita sampaikan tepat sasaran dan tidak berbelit-belit, partner berbicara kita mengerti apa yang kita bicarakan dan mereka memberikan feedback dan kita mengharapkan tidak terjadinya kesalah pahaman, pertengkaran serta kondisi sosial.

                 Karena pengemis adalah manusia dan manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia lainnya, serta manusia tidak bisa hidup sendirian dan harus hidup bersama dengan manusia lainnya, baik demi kelangsungan hidupnya, keamanan hidupnya, maupun dari keturunannya. Jelasnya, manusia harus hidup bermasyarakat. Dalam pergaulan hidup manusia dimana masing-masing individu satu sama lain beranekaragan itu terjadi interaksi, saling mempengaruhi demi kepentingan dan keuntungan pribadi masing-masing. Maka dari itu manusia membutuhkan suatu cara yang disebut komunikasi untuk berinteraksi dengan sesamanya baik secara personal, kelompok, organisasi, massa, maupun lintas budaya.

                 Berbagai kajian dapat digunakan untuk mengungkapkan fenomena pengemis. Salah satunya adalah kajian komunikasi. Suatu kehidupan yang unik dan dapat menjadi suatu budaya yang khas, dapat ditinjau dari proses interaksi simbolik di antara mereka. Para pengemis yang terikat dan berinteraksi dengan sesamanya dapat menunjukkan karakteristik yang unik dan berinteraksi dengan sesamanya dapat menciptakan dunianya sendiri, struktur sosialnya sendiri, termasuk dunia simbol dan proses komunikasinya. 9

Pendekatan interaksi simbolik sebagai suatu pendekatan komunikasi dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana fenomena pengemis berinteraksi dengan calon dermawannya. Apa yang ditampilkan oleh pengemis untuk mendorong calon dermawan menyerahkan sedekahnya, melalui interaksi yang terjadi penuh dengan simbol-simbol yang khas.

                  Salah satu interaksi simbolik yang pengemis lakukan yaitu Pengungkapan melalui raut muka pengemis misalnya, mengungkapkan bentuk kesusahan yang dialaminya bahkan menunjukkan penderitaan yang bertubi-tubi. Engkus Kuswarno dalam bukunya metode penelitian komunikasi fenomenologi, mengatakan bahwa: 

“Ekspresi wajah memelas, sedih, kuyu tampaknya sengaja dilakukan pengemis untuk memberi kesan dia sedang kesusahan dan karenanya layak untuk diberi sedekah”.(Kuswarno, 2009:226)


Dari wacana di atas yang sudah dipaparkan, dapat ditarik sebuah permasalahan tentang interkasi simbolik, konsep diri, proses komunikasi dan kepribadian dari pengemis. Interaksi simbol apa saja yang mereka tampilkan sebagai pengemis, interaksi simbol yang bagaimana yang mereka siratkan dalam penampilan mereka dan bagaimana kepribadian dari pengemis. Mengangkat pembahasan tentang pengemis menarik untuk diteliti karena pengemis merupakan sebuah fenomena yang ada dimasyarakat.

Harapan peneliti dalam mengangkat masalah ini kedalam penelitian, karena pengemis merupakan suatu fenomena yang menarik dan ada dalam realitas kehidupan ini, fenomena interaksi simbolik tersebut diharapkan dapat mengetahui cara berkomunikasi terutama secara simbolik yang dilakukan pengemis, sehingga bisa membuat kesan positif dihadapan dermawan yang memberikan sebagian dari rezekinya. Karena mempelajari interaksi simbolik tidak ada habisnya, sehingga dari permasalahan ini diharapkan dapat mengetahui lebih jauh dan lebih mendalam. 

 




BAB II

PEMBAHASAN



A. Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis


            Terdapat kenyataan bahwa orang gelandangan itu tidak hidup di perdesaan tetapi hidup di perkotaan dan semakin besar tingkat perkembangan kota maka akan semakin banyak jumlah orang gelandangan nya. Adanya orang gelandangan merupakan konsekuensi dari perkembangan kota. Masalah gelandangan juga karena adanya tekanan-tekanan ekonomi dan rasa aman sebagian warga desa dan yang kemudian terpaksa harus mencari tempat yang diduga dapat memberi kesempatan bagi suatu kehidupan yang lebih baik di kota. Selain gelandangan, pengemis juga merupakan salah satu potret kemiskinan perkotaan. Dalam ukuran status sosial, kedudukan gelandangan lebih terhormat dari pengemis karena ia mempunyai pekerjaan yang tetap. Sedangkan pengemis hanya mengharapkan belas kasihan orang lain.

            Ada tiga cara penanggulangan gelandangan dan pengemis yang selama ini dilakukan pemerintah, yaitu melalui usaha-usaha preventif, represif, dan rehabilitatif. Adapun tujuan dari penanggulangan gelandangan dan pengemis adalah agar tidak terjadi pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya pengaruh akibat pergelandangan dan pengemisan di dalam masyarakat dan memasyarakatkan kembali gelandangan dan pengemis menjadi anggota masyarakat yang menghayati harga diri, serta memungkinkan pengembangan para gelandangan dan pengemis untuk memiliki kembali kemampuan guna mencapai taraf hidup, kehidupan, dan penghidupan yang layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia.

            Adapun yang dimaksud dengan usaha preventif adalah usaha secara terorganisir yang meliputi penyuluhan, bimbingan, latihan dan pendidikan, pemberian bantuan, pengawasan serta pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang ada hubungannya dengan pergelandangan dan pengemisan. Usaha preventif dimaksudkan untuk mencegah:



a). Pergelandangan dan pengemisan oleh individu atau keluarga-keluarga, terutama yang sedang berada dalam keadaan sulit penghidupannya.

b). Meluasnya pengaruh dan akibat adanya pergelandangan dan pengemisan di dalam masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban dan kesejahteraan pada umumnya.

c). Pergelandangan dan pengemisan kembali oleh para gelandangan dan pengemis yang telah direhabilitasi dan telah ditrasmigrasikan ke daerah pemukiman baru ataupun telah dikembalikan ke tengah masyarakat.



            Sementara itu usaha represif adalah usaha-usaha yang terorganisir dimaksudkan untuk mengurangi atau meniadakan gelandangan dan pengemis yang ditujukan baik kepada seseorang maupun kelompok orang yang disangka melakukan pergelandangan dan pengemisan. Usaha represif ini dilakukan dengan razia, penampungan sementara untuk diseleksi, dan pelimpahan gelandangan dan pengemis ke panti rehabilitasi.

            Usaha rehabilitatif adalah usaha-usaha yang terorganisir yang meliputi usaha-usaha penyantunan, pemberian pelatihan dan pendidikan, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali, baik ke daerah-daerah pemukiman baru melalui transmigrasi, maupun ke tengah-tengah masyarakat, pengawasan serta pembinaan lanjut sehingga dengan demikian gelandangan dan pengemis kembali memiliki kemampuan untuk hidup secara layak sesuai dengan martabat manusia sebagai Warganegara Republik Indonesia.

B. Manfaat dan Mudarat


            Dengan adanya  gelandangan dan pengemis yang berada di tempat umum akan menimbulkan banyak sekali masalah sosial di tengah kehidupan bermasyarakat di antaranya:

a. Masalah lingkungan (tata ruang)

Gelandangan dan pengemis pada umumnya tidak memiliki tempat tinggal tetap, tinggal di wilayah yang sebanarnya dilarang dijadika tepat tinggal, seperti : taman taman, bawah jembatan dan pinggiran kali. Oleh karena itu mereka di kota besar sangat mengganggu ketertiban umum, ketenangan masyarakat dan kebersihan serta keindahan kota.

b. Masalah kependudukan

Gelandangan dan pengemis yang hidupnya berkeliaran di jalan dan tempat umum, kebanyakan tidak memiliki kartu identitas (KTP/KK) yang tercatat di kelurahan (RT/RW) setempat dan sebagian besar dari mereka hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah.

c. Masalah keamanan dan ketertiban

Maraknya gelandangan dan pengemis di suatu wilayah dapat menimbulkan kerawanan sosial mengganggu keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut.

d. Masalah kriminalitas

Memang tak dapat kita sangka banyak sekali faktor penyebab dari kriminalitas ini di lakuakan oleh para gelandangan dan pengemis di tempat keramaian mulai dari pencurian kekerasan hingga sampai pelecehan seksual ini kerap sekali terjadi.



 BAB III

PENUTUP


A. Simpulan


            Beberapa faktor penyebab terjadinya Gepeng ádalah  faktor internal, yaitu  individu dan keluarga Gepeng serta masyarakat , dan eksternal masyarakat, yaitu di kota-kota tujuan aktivitas Gepeng. Faktor-faktor penyebab ini dapat terjadi secara parsial dan juga secara bersama-sama atau saling mempengaruhi antara satu faktor dengan faktor yang lainnya;

            Faktor internal dan keluarga yang dimaksudkan ádalah suatu keadaan di dalam diri individu dan keluarga Gepeng yang mendorong mereka untuk melakukan kegiatan menggelandang dan mengemis.  Faktor-faktor tersebut ádalah : (i) kemiskinan individu dan keluarga; yang mencakup penguasaan lahan yang terbatas dan tidak produktif, keterbatasan penguasaan aset produktif, keterbatasan penguasaan modal usaha; (ii) umur; (iii) rendahnya tingkat pendidikan formal; (iv) ijin orang tua; (v) rendahnya tingkat ketrampilan (“life skill”) untuk kegiatan produktif; (vi) sikap mental; dan

            Faktor-faktor eksternal mencakup: (i) kondisi hidrologis; (ii) kondisi pertanian; (iii) kondisi prasarana dan sarana fisik; (iv) akses terhadap informasi dan modal usaha; (v) kondisi permisif masyarakat di kota; (vi) kelemahan pananganan Gepeng di kota.

B. Saran


            Penanganan masalah Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) di Kota Makassar tidak dapat dilepaskan dari penanganan kemiskinan itu sendiri, terutama jika dilihat dari sudut pandang daerah asal Gepeng. Memang, kemiskinan bukanlah satu-satunya penyebab terjadinya kegiatan menggelandangan dan mengemis tetapi bisa juga menjadi akar penyebab. Oleh karena itu, beberapa alternatif pemecahan masalah yang berkenaan dengan penanganan Gepeng dapat ditinjau dari dua aspek yaitu: (i) kondisi di daerah asal; (ii) kondisi di luar daerah asal.     Prinsipnya adalah upaya pencegahan dilakukan di daerah asal sehingga mereka tidak terdorong untuk meninggalkan desanya dan mencari penghasilan di kota dengan cara mengemis. Sedangkan di sisi lain, prinsipnya adalah penanggulangan yaitu di tempat tujuan (di Kota Makassar). Gepeng yang beroperasi di empat kota tersebut “harus” ditanggulangi atau ditangani sehingga mereka tidak lagi tertarik untuk menjadi Gepeng di kota, karena tidak akan memperoleh penghasilan lagi.




Total comment

Author

Devins