Pengertian Religiusitas
Religiusitas seringkali diidentikkan
dengan keberagamaan. Religiusitas diartikan sebagai seberapa jauh pengetahuan,
seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah dan seberapa
dalam penghayatan atas agama yang dianutnya. Religiusitas merupakan kata
jadian yang berkaitan dengan kata religi dan religius. Oleh karena itu untuk
mengetahui arti kata religiusitas perlu kiranya untuk mengetahui kedua istilah
tersebut terlebih dahulu.
Religi berasal dari bahasa latin religio yang akar katanya adalah religare
yang berarti ‘mengikat’ (Driyarkara dalam Subandi, 1988). Religi atau agama
mencakup aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan, yang
semuanya itu berfungsi untuk mengikat dan mengutuhkan diri seseorang atau
sekelompok orang dalam hubungannya terhadap Tuhan, sesama manusia, serta alam
sekitarnya.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
religiusitas, yaitu:
a. Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai
tekanan sosial (faktor sosial) yang mencakup semua pengaruh sosial dalam
perkembangan sikap keagamaan, termasuk pendidikan orang tua, tradisi-tradisi
sosial untuk menyesuaikan dengan berbagai pendapatan sikap yang disepakati oleh
lingkungan.
b. Berbagai pengalaman yang dialami oleh individu
dalam membentuk sikap keagamaan terutama pengalaman mengenai:
1) . Keindahan,
keselarasan dan kebaikan didunia lain (faktor alamiah)
2) . Adanya konflik moral
(faktor moral)
3) . Pengalaman emosional
keagamaan (faktor afektif)
c. Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian yang
timbul dari kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi, terutama kebutuhan
terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri, dan ancaman kematian.
Ada lima aspek atau dimensi religiusitas yaitu :
a. Dimensi Ideologi atau keyakinan, yaitu dimensi dari
keberagamaan yang berkaitan dengan apa yang harus dipercayai, misalnya
kepercayaan adanya Tuhan, malaikat, surga, dsb. Kepercayaan atau doktrin agama
adalah dimensi yang paling mendasar.
b. Dimensi Peribadatan, yaitu dimensi keberagaman yang
berkaitan dengan sejumlah perilaku, dimana perilaku tersebut sudah ditetapakan
oleh agama, seperti tata cara ibadah, pembaptisan, pengakuan dosa, berpuasa,
shalat atau menjalankan ritual-ritual khusus pada hari-hari suci.
c. Dimensi Penghayatan, yaitu dimensi yang berkaitan
dengan perasaan keagamaan yang dialami oleh penganut agama atau seberapa jauh
seseorang dapat menghayati pengalaman dalam ritual agama yang dilakukannya,
misalnya kekhusyukan ketika melakukan sholat.
d. Dimensi Pengetahuan, yaitu berkaitan dengan
pemahaman dan pengetahuan seseorang terhadap ajaran-ajaran agama yang
dianutnya.
e. Dimensi Pengamalan, yaitu berkaitan dengan akibat
dari ajaran-ajaran agama yang dianutnya yang diaplikasikan melalui sikap dan
perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Pengertian Perilaku Sosial
Perilaku
sosial adalah suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk
menjamin keberadaan manusia. Sebagai bukti bahwa manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidup sebagai diri pribadi tidak dapat melakukannya sendiri melainkan
memerlukan bantuan dari orang lain, dimana saling ketergantungan diantara satu
orang dengan yang lainnya. Artinya bahwa kelangsungan hidup manusia berlangsung
dalam suasana saling mendukung dalam kebersamaan. Untuk itu manusia dituntut
mampu bekerja sama, saling menghormati, tidak menggangu hak orang lain, toleran
dalam hidup bermasyarakat.
Faktor-faktor Pembentuk Perilaku
Sosial
1. Perilaku dan karakteristik
orang lain
2. Proses Kognitif
3. Faktor Lingkungan
4. Tatar Budaya sebagai tempat
perilaku dan pemikiran sosial itu terjadi
Perilaku mempunyai
beberapa dimensi:
1. Fisik,
dapat diamati, digambarkan dan dicatat baik frekuensi, durasi dan
intensitasnya.
2. Ruang,
suatu perilaku mempunyai dampak kepada lingkungan (fisik maupun sosial) dimana
perilaku itu terjadi
3. Waktu,
suatu perilaku mempunyai kaitan dengan
masa lampau maupun masa yang akan datang.
4. Perilaku
diatur oleh prinsip dasar perilaku yang menjelaskan bahwa ada hubungan antara
perilaku manusia dengan peristiwa lingkungan. Perubahan perilaku dapat
diciptakan dengan merubah peristiwa didalam lingkungan yang menyebabkan
perilaku tersebut
5. Perilaku
dapat bersifat covert ataupun overt
a. overt
artinya nampak (dapat diamati dan dicatat)
b. covert
artinya tersembunyi (hanya dapat diamati oleh orang yang melakukannya)
c. Fokus
pengubahan perilaku kepada perilaku yang dapat diamati (perilaku overt)
Faktor-faktor Pembentuk Perilaku Sosial
Perilaku mempunyai
beberapa dimensi:
1. Fisik,
dapat diamati, digambarkan dan dicatat baik frekuensi, durasi dan
intensitasnya.
2. Ruang,
suatu perilaku mempunyai dampak kepada lingkungan (fisik maupun sosial) dimana
perilaku itu terjadi
3. Waktu,
suatu perilaku mempunyai kaitan dengan
masa lampau maupun masa yang akan datang.
4. Perilaku
diatur oleh prinsip dasar perilaku yang menjelaskan bahwa ada hubungan antara
perilaku manusia dengan peristiwa lingkungan. Perubahan perilaku dapat
diciptakan dengan merubah peristiwa didalam lingkungan yang menyebabkan
perilaku tersebut
5. Perilaku
dapat bersifat covert ataupun overt
a. overt
artinya nampak (dapat diamati dan dicatat)
b. covert
artinya tersembunyi (hanya dapat diamati oleh orang yang melakukannya)
c. Fokus
pengubahan perilaku kepada perilaku yang dapat diamati (perilaku overt)
Pengaruh Religiusitas Terhadap Kehidupan Sosial
Prilaku
sosial dan agama memiliki hubungan yang sangat erat dan tak dapat dipisahkan
satu sama lain. Sebab, ketika melakukan penelitian terhadap agama, maka hampir
tidak terlepas dari penggunaan pendekatan-pendekatan atau pun kerangka
metodologis ilmu-ilmu sosial. Para
ahli kebuadayaan yang telah mengadakan pengamatan mengenai aneka kebudayaan
berbagai bangsa sampai pada kesimpulan, bahwa agama merupakan unsur inti yang
paling mendasar dari kebudayaan manusia, baik ditinjau dari segi positif maupun
negatif. Masyarakat adalah suatu fenomena sosial yang terkena arus perubahan
terus-menerus yang dapat dibagi dalam dua kategori : kekuatan batin (rohani)
dan kekuatan lahir (jasmani).
Secara
sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang
bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan
pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan
memecah-belah (desintegrative factor). Pembahasan tentang fungsi agama disini
akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus
disintegratif bagi masyarakat, pengaruh yang bersifat integratif.
Peranan
sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama
dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa
masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan
mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban
sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama
menjamin adanya konsensus dalam masyarakat.
Fungsi
Disintegratif Agama adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan
yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada
saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang
mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu
masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam
mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan
menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain
Kesimpulan
Prilaku
sosial dan agama memiliki hubungan yang sangat erat dan tak dapat dipisahkan
satu sama lain. Sebab, ketika melakukan penelitian terhadap agama, maka hampir
tidak terlepas dari penggunaan pendekatan-pendekatan atau ilmu-ilmu sosial.
Peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya persetujuan dalam masyarakat.